Advertisement

Senin, 14 April 2025

Sidi Mara, Sang Panglima Laut Pariaman Gagah Berani

Nama Sidi Mara, seorang panglima laut yang disegani dari Minangkabau, berkumandang lantang dalam catatan sejarah perlawanan rakyat Minangkabau terhadap penjajahan Belanda di abad ke-19. Sosoknya muncul sebagai salah satu pemimpin gerilya laut yang gigih, berjuang mempertahankan kedaulatan tanah air di tengah pusaran konflik yang melanda Sumatera Barat.

Kesultanan Pagaruyung sendiri sedang mengalami transformasi politik awal abad ke-19.

Perubahan ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan kolonial Belanda yang mulai menginjakkan kaki di ranah Minang. Kendati perlawanan sengit dari penduduk setempat tak terhindarkan, gelombang penjajahan akhirnya berhasil memukul mundur pejuang-pejuang Minangkabau pada tahun 1837.

Namun, semangat perlawanan rakyat Minangkabau tidak padam begitu saja. Mereka terus melakukan berbagai upaya untuk mengganggu hegemoni Belanda, termasuk melancarkan serangan-serangan gerilya yang berhasil menghancurkan gudang logistik dan berbagai fasilitas militer milik penjajah. Di tengah berkobarnya semangat juang tersebut, nama Sidi Mara muncul sebagai salah satu panglima laut yang paling ditakuti dan dihormati.

Catatan-catatan militer Belanda pada abad ke-19 kerap kali menyebut nama Sidi Mara, mengindikasikan betapa signifikannya peran dan pengaruhnya dalam dinamika perlawanan di pesisir barat Sumatera. Filolog terkemuka, Suryadi, mengungkapkan bahwa nama Sidi Mara seringkali muncul dalam tulisan-tulisan para petinggi militer Belanda yang pernah bertugas di Minangkabau, menjadi bukti nyata akan eksistensi dan kiprahnya.

Selain Sidi Mara, terdapat pula nama-nama panglima laut lain yang masyhur di pantai barat Sumatera, seperti Panglima Mentawe, Nja’ Pakir, dan Po Id.

Keberadaan tokoh-tokoh ini menunjukkan betapa pentingnya kekuatan maritim dalam konteks perlawanan terhadap penjajahan dan juga dalam dinamika kekuasaan di wilayah tersebut.

Dalam kehidupan sehari-harinya, Sidi Mara dikenal sebagai seorang pedagang dan pengusaha perantara yang bergerak di bidang ekspor dan impor. Ketika gelombang penjajahan Belanda semakin menguat, terutama pada era yang dikenal sebagai Perang Paderi, Sidi Mara memainkan peran penting sebagai penghubung dagang antara pengusaha Aceh dan Minangkabau.

Berbagai komoditas dan produk diperdagangkan melalui jaringan Sidi Mara, termasuk peralatan senjata yang sangat dibutuhkan dalam perlawanan, pakaian, garam, ikan, dan berbagai kebutuhan lainnya. Suryadi mencatat bahwa Sidi Mara memiliki gudang yang cukup besar di Katiagan, Pasaman, yang menjadi pusat aktivitas perdagangannya.

Namun, gelombang pasang pasukan Belanda yang terus merangsek ke jantung pertahanan rakyat Minangkabau di Bonjol mulai mendesak posisi pejuang-pejuang yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol.

Letnan Satu Infantri J.C Boelhouwer, dalam memoarnya yang berjudul “Kenang-kenangan di Sumatra Barat Selama Bertahun-tahun 1831-1834”, mencatat bagaimana penjajah Belanda secara sistematis menyerbu pusat pertahanan Minang.

Tragisnya, gudang-gudang dagang yang banyak berdiri di Katiagan, tidak jauh dari Bonjol, tak luput dari amukan serdadu Belanda yang membakarnya tanpa ampun. Salah satu gudang yang ikut dilalap si jago merah adalah milik Panglima Sidi Mara. Peristiwa inilah yang kemudian menyulut amarah besar dalam diri Sidi Mara terhadap pihak Belanda.

Sejak saat itu, Sidi Mara bersama dengan 20 orang anak buahnya yang setia, melancarkan serangan balasan yang sengit terhadap posisi-posisi Belanda. Mereka bergerak cepat dan tak terduga, memanfaatkan pengetahuan mendalam tentang kondisi geografis dan kekuatan laut untuk mengacaukan dan meresahkan pihak penjajah.

Selain menghadapi ancaman dari penjajah Belanda, Kesultanan Pagaruyung Darul Qarar juga harus berhadapan dengan para bajak laut dari Prancis yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama Le Meme. Aktivitas bajak laut di sepanjang pantai barat Sumatera pada abad ke-19 didorong oleh motif ekonomi, dengan melakukan perompakan terhadap kapal-kapal niaga, perkampungan penduduk, dan bahkan motif politik.

Gusti Asnan menjelaskan bahwa korban utama dari aksi bajak laut ini justru adalah para pedagang Tionghoa (pecelang), bukan pedagang Eropa. Hal ini disebabkan karena para pecelang Eropa umumnya telah memiliki persenjataan yang memadai, sehingga membuat para bajak laut berpikir dua kali sebelum menyerang. Selain itu, perompakan juga menyasar perkampungan, bahkan menculik penduduk untuk dijadikan komoditas budak.

Dalam situasi yang penuh gejolak tersebut, warga yang tak berdaya menjadi korban di antara dua kekuatan yang bertikai. Sebagian warga terpaksa memihak penjajah Belanda demi keamanan, sementara sebagian besar lainnya teguh mendukung para pejuang kemerdekaan. Namun, kekuatan militer penjajah Belanda yang jauh lebih modern pada akhirnya membuat perlawanan rakyat menjadi tidak berdaya.

Sayangnya, catatan sejarah yang jelas mengenai biodata Sidi Mara sangat minim. Gusti Asnan mengakui bahwa tidak ada informasi detail mengenai tanggal dan tahun lahir, kampung halaman, serta silsilah keturunan sang panglima laut yang legendaris ini.

Kendati demikian, Suryadi, yang akrab disapa Ajo, memberikan petunjuk bahwa Sidi Mara kemungkinan berasal dari Pariaman. Ia menjelaskan bahwa "Sidi" merupakan salah satu gelar adat di Pariaman, yang berasal dari kata "Sayyidi" (sama dengan Tuanku). Gelar ini biasanya diberikan kepada mereka yang memiliki garis keturunan dengan kaum ulama (sayyid), yaitu para penyebar agama Islam di daerah Pariaman.

Lebih lanjut, Suryadi menjelaskan bahwa "Sidi", sama halnya dengan gelar adat lain seperti Sutan dan Bagindo, merupakan gelar yang disematkan pada laki-laki yang baru saja menikah di Pariaman. Gelar ini diturunkan secara terus-menerus melalui garis ayah (patrilineal). Suryadi menegaskan bahwa Sidi Mara adalah orang Pariaman dan kemungkinan berprofesi sebagai seorang pedagang.
Menurut sumber lain, Sidi Mara diyakini sebagai putra kepala kampung atau nagari Katiagan (yang juga ditulis sebagai Katiagan Mandiangin), sebuah nagari yang terletak di Kecamatan Kinali, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat. Informasi ini memberikan petunjuk lain mengenai kemungkinan asal-usul sang panglima laut.

Setelah berhasil menguasai Sumatera Barat, Belanda melanjutkan ekspansinya untuk menaklukkan Sumatera Utara. Tindakan ini termasuk membakar dan membumihanguskan Barus, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kesultanan Barus bermarga Pohan di wilayah Hulu dan keturunan Tuan Ibrahimsyah di wilayah Hilir.

Dalam sebuah pertempuran yang heroik, pasukan Sidi Mara dan Sisingamangaraja XI berhasil mengalahkan Belanda dan menewaskan komandan mereka, Letnan J.J. Roef, pada tanggal 28 Maret 1840. Makam Letnan Roef kini berada di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, menjadi saksi bisu kekalahan telak Belanda.

Meskipun demikian, dengan cara yang licik dan penuh intrik, Belanda akhirnya berhasil menguasai Barus. Jejak pertempuran sengit dan heroisme Sidi Mara dan pasukannya tetap terukir dalam ingatan kolektif masyarakat setempat.

Hingga kini, tidak diketahui secara pasti di mana makam Sidi Mara berada. Namun, sebuah desa bernama Kinali masih eksis di Barus, dan nama Kinali juga diabadikan menjadi nama sebuah kecamatan di Sumatera Barat, yang diyakini sebagai tempat kelahiran sang panglima laut yang gagah berani ini.

Di Barus sendiri, jejak migrasi dan interaksi budaya dari Sumatera Barat masih terasa kental. Banyak ditemukan orang Pariaman dan Minang yang menetap di wilayah tersebut. Bahkan, terdapat sebuah kampung bernama Solok, sebuah nama yang diambil dari Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Sisingamangaraja XI sendiri merupakan raja yang secara turun temurun memerintah di Bakkara, yang kini berada di wilayah Humbang Hasundutan.

Sisingamangaraja I merupakan putra Tuan Ibrahimsyah Raja Barus Hilir yang berasal dari Tarusan, Kerajaan Indrapura, yang kini juga termasuk wilayah Sumatera Barat.
Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut di bawah kepemimpinan putra Sisingamangaraja XI, yaitu Sisingamangaraja XII. Ia berkoalisi dengan Aceh, khususnya dalam komando 16 kerajaan di Singkil di bawah Kesultanan Aceh yang lebih besar. Enam belas kerajaan ini dikenal dengan nama Si-16 atau Sinambelas, termasuk Kerajaan Batu-batu yang dipimpin oleh Sultan Daulat Sambo.

Sayangnya, Sisingamangaraja XII akhirnya gugur di Parlilitan pada tahun 1907 bersama dengan sejumlah panglimanya. Sebagian makam para panglima setianya, sekitar 37 jenazah, berada di Kecamatan Tarabintang, Humbang Hasundutan. Mereka dimakamkan oleh warga setempat setelah dibantai oleh Belanda dan pasukan Marsosenya, menjadi pengingat tragis akan kegigihan perlawanan dan kekejaman penjajahan. Kisah Sidi Mara, meskipun minim catatan detail, tetap menjadi bagian penting dari narasi heroisme dan semangat perlawanan rakyat Minangkabau terhadap kolonialisme.

Kamis, 24 November 2022

Setelah Sukses Obok-obok PAN dan PPP, TS Ganjar Diduga Sebabkan Prabowo-Cak Imin Pecah

Koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terancam pecah. Hal itu menyusul mengemukanya kabar penjodohan Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.


Komposisi ini menempatkan Prabowo sebagai calon presiden (capres) dan Ganjar sebagai calon wakil presiden (cawapres). Tak ada nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di komposisi itu.

Padahal sebelumnya, santer terdengar koalisi yang digadang bernama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) ini bakal mengusung Prabowo-Muhaimin dalam Pilpres 2024.

Jumat, 11 November 2022

Pemerintahan IEA Taliban di Afghanistan Selesaikan Konstruksi Kanal Qush Tepa Sepanjang 45 KM

Pemerintahan IEA Taliban di Afghanistan berhasil menyelesaikan konstruksi Kanal Irigasi Qush Tepa 45 km dari 285 km yang direncanakan.

Tahun ini saja, pemerintah Kabul menyediakan alokasi anggaran 7 miliar Afghani dari APBN bukan dari utang.

Semitar 200 ribu pekerja terlibat dalam konsttryksi dan jika selesai diperkirakan bisa mengairi lahan pertanian sebesar 500 ribu hektare dari yang sebelumnya tanah gurun.


Megaproyek ini telah lama digagas namun sampai Presiden Ashraf Ghani mengundurkan diri belum ada pembangunan yang terjadi.

Rencananya, selain mengairi lahan pertanian penduduk, pemerintah juga akan membuka pertanian gandum dan jenis tanaman lainnya di lokasi sebagai bagian dari BUMN milik negara.

Jumat, 02 April 2021

Ketum Partai Bintang Reformasi Bursah Zarnubi Ajak Moeldoko Dirikan Parpol Baru Jika Gagal Jadi Ketum Demokrat

Ketum Partai Bintang Reformasi (PBR) Bursah Zarnubi mengajak Moeldoko untuk membentuk parpol baru usai keputusan Kemenkum HAM untuk menolak KLB Demokrat Sibolangit yang angkat Moeldokk Ketum Demokrat gantikan AHY.

PBR selama ini menyalurkan suaranya melalui Gerindra yang saat 2019 lalu berhasil angkat menjadi parpol kedua terbesar setelah PDIP.

PBR pernah memiliki kursi si beberapa DPRD. Didirikan oleh KH Zainuddin MZ merupakan fusi dari beberapa parpol Islam termasuk Partai KAMI atau Partai Kebangkitan Muslim Indonesia.


Selasa, 10 November 2020

Kubu Amien Rais Klaim Logo Partai Ummat Senapas Perjuangan Rizieq

Loyalis Amien Rais, Agung Mozin, mengatakan bahwa logo Partai Ummat yang akan diperlihatkan ke masyarakat, Selasa (10/11), akan senapas dengan semangat perjuangan pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Agung menyebut peluncuran logo partai besutan Amien Rais itu bersamaan dengan kepulangan Rizieq ke Indonesia. Menurut Agung, pihaknya menyambut kepulangan Rizieq dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur.

"Maka oleh sebab itu Partai Ummat menyambut kedatangan HRS [Habib Rizieq Shihab] dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur yang diwujudkan dengan perluncuran simbol partai yang sinkron dan senapas dengan perjuangan HRS, yaitu melawan kezaliman dan menegakkan keadilan," kata Mozin kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/11).

Jumat, 10 Juli 2020

Rusuh di Montenegro Bisa Picu Perang Sipil

Kerusuhan terjadi di Montenegro karena masalah kecil yang berimbas ke politik.

Sikap polisi yang represif dituntut warga untuk berubah.

Tuntutan ini mengarah ke persoalan politik yang melibatkan elit setempat.

Lihat:

Senin, 06 Juli 2020

Mengenai Faham Radikalisme..

LAGI-LAGI RADIKALISME: Urgenkah Menjadikannya Sebagai "Ideologi" Terlarang dan Mengancam Pancasila?

Oleh : Prof. Suteki

A. Pengantar

Sebagaimana diberitakan oleh DetikNews, 15 Juni 2020, PDIP angkat bicara soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang kini ramai dibahas. PDIP menyatakan setuju Trisila dan Ekasila dihapus dan paham komunisme dilarang di RUU HIP. Demikian halnya penambahan ketentuan menimbang guna menegaskan larangan terhadap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila seperti marxisme-komunisme, kapitalisme-liberalisme, RADIKALISME serta bentuk KHILAFAHISME, juga setuju untuk ditambahkan. Demikian pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulis, Senin (15/6/2020).

Terkait dengan pernyataannya tentang khilafahisme dan radikalisme sebagai ideologi yang terlarang, Hasto Kristiyanto yang notabene beragama Katolik telah mencoba menohok umat Islam baik secara samar maupun terang-terangan mengingat keduanya bukan ideologi melainkan cara, sistem dari sebuah perjuangan yang bisa ada dalam ideologi apa pun dan agama apa pun, termasuk Katolik, Hindu sekalipun. Namun mengapa radikalisme selama ini cenderung menyerang Islam saja? Definisinya masih lentur dan 'obscure' akhirnya terjun bebas memukul dakwah Islam khususnya terkait dengan dakwah khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam.

Seperti yang kita ketahui, bahwa ISIS mengklaim sebagai Khilafah, padahal ISIS tidak memenuhi syarat disebut sebagai Khilafah yang sesuai metode kenabian. Banyak kejadian teror yang mengklaim pelaku adalah dari ISIS, hal ini juga membuktikan bahwa dakwah mereka tidak ahsan bil ma'ruf dan mengikuti tuntunan Nabi Saw. Namun sayangnya, tuduhan terorisme dan radikalisme dipukul rata kepada umat Islam, lebih-lebih umat Islam yang mendakwahkan Islam kaffah dan Khilafah.

Jadi jika ada peraturan hukum yang melarang radikalisme bisa menjadi alat pukul dakwah Islam yang bisa mengenai siapa saja, karena definisi radikalisme masih tidak jelas. Sebaiknya jangan terlalu dini menggagas UU anti radikalisme, karena memungkinkan akan merugikan umat Islam dan ajaran Islam yang selama ini mendapatkan tudingan radikalisme.

B. Jenis Kelamin Radikalisme

Lagi-lagi masalah radikalisme kembali menjadi sorotan tajam berbagai pihak, termasuk para punggawa pemerintah yang memang sejak kabinet Jokowi Periode 2 ini memiliki core program tentang war on radikalisme. Di beberapa kesempatan saya telah menyampaikan bahwa radikalisme ini lebih condong pada isu politik dibandingkan isu hukum. Oleh karena cenderung pada isu politik maka unsur kepentingan politik sehingga nomenklatur itu tetap obscure dan lentur meskipun kita sudah punya PP 77 Tahun 2019 yang bicara tentang deradikalisasi dan kontra deradikalisasi.

Persoalannya makin tidak menentu ketika rincian tentang apa saja yang termasuk perbuatan atau sikap atau "faham" yang termasuk terpapar radikalisme tidak juga ditentukan secara pasti. Ide khilafah termasuk dikelompokkan oleh pemerintah sebagai "faham" radikalisme yang harus diperangi. Padahal kita ketahui bahwa khilafah sebagai siyasah Islam itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari materi fikih. Ironi dan merupakan sebuah keprihatinan bagi umat muslim apalagi para pengusungnya yang meyakini bahwa khilafah adalah idenya Alloh. Jika itu idenya Alloh, bagaimana mungkin berpotensi memiliki daya rusak dan merusak. Tampaknya, diskursus tentang khilafah dan "daya rusaknya" perlu dilakukan secara open mind di negara demokrasi ini.

Pada akhir 2019 di Jakarta saya mengatakan: “Prediksi saya, dengan pengalaman tahun 2018-2019 itu, kayaknya kok 2020 itu masih suram,”. Di bidang politik, rezim akan tetap mengangkat isu radikalisme. “Serangannya akan semakin gencar!”. Hal itu saya tegaskan di hadapan sekitar 200 peserta diskusi akhir tahun yang memenuhi ruangan. Isu radikalisme ini akan terus ‘digoreng’ karena ketentuan tentang radikalisme itu hingga kini belum jelas. Sehingga isu ini bisa disebut obscure (kabur) dan lentur.

Secara tegas saya katakan; “Jadi saya katakan tadi obscure dan juga lentur akhirnya nanti akan dipakai secara legal dan konstitusional untuk menggiring bahkan sampai menggebuk orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah,” tegasnya. Saya katakan bahwa ASN dan juga ‘kampus’ dapat menjadi sasaran tembak isu radikalisme yang lebih empuk. Saya berkata begitu, bukan hanya karena saya korban persekusi rezim tetapi juga sesuai dengan pernyataan Peneliti Institut Studi Asia Tenggara dan Karibia Kerajaan Belanda (KITLV), Ward Berenschot.

Berenschot mempertanyakan definisi radikalisme yang digunakan oleh pemerintah (Indonesia, red) karena definisi radikalisme yang digunakan pemerintah itu identik dengan orang-orang yang berseberangan atau berbeda pendapat dengan pemerintah atau kepentingan pemerintah. Kemudian dilabeli dengan apa? Anti Pancasila. Karena itu, ketika orang itu dikatakan anti Pancasila, ini sudah sulit sekali untuk berkelit. “Karena prinsipnya ‘Aku Pancasila’ jadi siapa saja yang menentang ‘Aku’, maka dia itu melawan atau anti Pancasila,”.

C. Kriminalisasi Radikalisme, urgenkah?

Kembali pada persolaan utama artikel ini, apakah urgen memformulasikan delik radikalisme? Untuk ini saya mencoba juga mengajukan formula apabila ada upaya pemerintah mengajukan Radikalisme sebagai larangan atau tindak pidana. Hingga saat ini belum ditemukan secara khusus delik yang mengatur tentang dilarangnya radikalisme dengan segala seluk beluknya. Bahkan, penyematan radikal dan radikalisme lebih bertendensi politik dibandingkan dengan narasi dan formulasi hukumnya, sementara negara kita adalah negara RULE OF LAW (negara hukum) sebagaimana ditegaskan pada Pasal 1 ayat 3 UUD NRI 1945.

Bila memang RADIKALISME sebagai paham yang harus dikriminalisasikan, saran saya, Negara (Pemerintah dan DPR) segera merumuskan DELIK RADIKALISME. Saya mengajukan resep yang terdiri dari 9 ramuan sebagai rambu-rambu kriminalisasi radikalisme sebagai berikut:

1. Naskah akademisnya harus komprehensif (filosofis, yuridis dan sosiologis terpenuhi). Kajian ini menjadi sangat urgen mengingat masih terdapat pro dan kontra persepsi kita tentang apa itu radikal dan radikalisme. Kajian oleh insan kampus yg netral, lembaga survey yg kredibel serta legislasi yang berintegritas diperlukan. Mereka harus benar-benar memasang telinga, mata dan hati mereka di tengah masyarakatnya.

2. Formulasi Radikalisme harus jelas dan mudah dipahami.
Merumuskan delik radikalisme harus hati-hati dan memenuhi kaidah tata bahasa Indonesia dan bahasa hukum agar terang dan mudah untuk pahami baik oleh aparat penegak hukum maupun masyarakat pada umumnya.

3. Unsur-unsur rumusan pasal radikalisme harus tegas dan rinci.
Rumusan yang kabur akan cenderung dimanfaatkan bahkan dimanipulasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab sebagai alat penggebuk lawan politiknya. Unsur-unsur pasal harus rigid, apakah sifat unsur-unsurnya fakultatif ataukah kumulatif.

4.Jenis paham radikalisme harus jelas disebutkan, tidak boleh wayuh arti, ambigu.
Untuk menghindari penyalahgunaan pasal delik harus disebutkan isme mana yang dilarang dan alasannya apa dilarang. Yang secara tegas dilarang di Indonesia adalah: ateisme, komunisme, marxisme--leninisme. Harus dihindari penyebutan: "...dan paham lain yang bermaksud...dst..." Rumusan ini akan menimbulkan penafsiran SSK (Suka Suka Kami).

5. Harus dihindari penggunaan analogi dalam menetapkan kejahatan radikalisme. Sebagaimana prinsip yg dipegang dalam hukum pidana, maka penalaran hukum dalam rangka penemuan hukum dengan cara analogi harus dihindarkan. Berbahaya karena berpotensi penyalahgunaan wewenang bahkan mendorong perbuatan pejabat yang sewenang-wenang dan represif.

6. Sanksinya harus jelas dan tegas, sehingga aparat hukum dan masyarakat mengenali betul ancaman yang akan diberikan ketika tindak pidana ini dilakukan. Unsur penjeraan serta pembinaan terhadap pelaku dapat dilakukan seiring.

7. SOP penanganan kasus harus jelas, dan tidak perlu menetapkannya sebagai extra ordinary crime karena akan mendorong aparat penegak hukum bertindak represif dan di luar kewajaran dari KUHAP.

8. Khusus untuk dunia kampus harus ada pengecualian karena bila insan kampus tidak boleh berpikir radikal amelioratif (benar), maka ilmu pengetahuan akan mandeg dan kampus hanya menjadi tempat pelatihan kerja seperti BLK (Balai Latihan Kerja), tetapi sebagai media meruhanikan ilmu pengetahuan.

9. Sebagai negara demokrasi, perbedaan pendapat dalam ideologi tetap harus dijamin, bila tidak negara ini akan terjatuh menjadi negara diktatur otoritarian, bahkan menjadi negara KOMUNIS baru.

Jika 9 formula yang seharusnya dipenuhi dalam merumuskan delik radikalisme, sangat dikhawatirkan akan terjadi kriminalisasi terhadap orang atau kelompok orang yang secara asali memang memiliki karakter radikal dalam arti memperjuangkan ideologi dan ajarannya. Larangan itu akan menyasar masjid, kampus dan pesantren yang selama ini dinyatakan oleh rezim sebagai tempat-tempat yang terpapar radikalisme dalam versi rezim penguasa.

D. Penutup

Melalui pernyataan Presiden dan para punggawa tinggi negeri ini yang bertekad memerangi radikalisme dapat kita tarik kesimpulan bahwa radikalisme yang jenis kelamin nomenklaturnya belum jelas ini seolah telah ditetapkan sebagai common enemy layaknya tindak pidana terorisme. Benarkah demikian?

Saya berharap banyaknya ahli hukum di negeri ini dapat memberikan andil dalam pembentukan dan penegakan hukum yang baik dan berintegritas sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia, yakni Pancasila. Tunjukkan kepada dunia bahwa banyaknya ahli hukum itu linier dengan peningkatan kualitas penegakan hukum kita yang baik bukan sebaliknya menjadi sekolah-sekolah hukum yang gagal (Failing Law Schools: Brian Z. Tamanaha). Tunjukkan bahwa kita juga konsisten dengan kelima nilai-nilai dasar itu dan bukan hanya LAMIS (lips service).

Tabik...!!!

Semarang, 24 Juni 2020

Sabtu, 06 Juni 2020

Benarkah Tentara yang Duduki Emas Jarahan di Irak adalah Senator AS?


Seorang tentara AS terlihat duduk di atas emas jarahan di Irak saat invasi Irak oleh AS.

Foto ini sangat terkenal saat itu dan beberapa foto lainnya. 

Dalam sebuah invasi memang seringkali emas simpanan Bank Sentral jadi jarahan. Baik oleh penduduk lokal maupun oleh pasukan yang invasi.

Apakah yang duduk tersebut adalah Senator Tom Cotton?

Baca di sini:

Selasa, 02 Juni 2020

Venezuela, Negara dengan Cadangan Minyak Terbesar di Dunia tapi Impor BBM

Venezuela adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di dunia, namun mengalami kelangkaan BBM dan harus impor dari Iran.

Penyebab kelangkaan adalah tidak berfungsinya beberapa kilang minyaknya akibat kurangnya investasi pemeliharaan.

Selain itu, Venezuela juga menghadapi embargo dari AS. 

Cadangan minyak Venzuela lebih tinggi dari Arab Saudi, sehingga secara teori bisa disebut lebih kaya dari Saudi.

Baca selengkapnya:

Jumat, 01 Mei 2020

LinkSpace Terus Kejar Teknologi SpaceX


Perusahaan terkemukan antariksa SpaceX terus dipepet startuo dari Tiongkok dalam pembangunan roket yang bisa mendarat ke bumi.



Baru-baru ini sebuah desain RLV-6 muncul di Youtube yang menandakan LinkSpace terus berinovasi.

Lihat videonya di sini:

https://youtu.be/AJI52_jrBCQ

Rabu, 20 November 2019

Dulu, Menjadi 'Oposisi' Itu Dikekang: Tak Boleh Berbisnis dan Minjam ke Bank

ilustrasi


INFO BINTANG REFORMASI -- Masa itu publik cukup dikagetkan dengan adanya Petisi 50 sebuah petisi yang ditanda tangani oleh 50 tokoh tokoh yang cukup berpengaruh  di Republik ini. Para tokoh tersebut tidak hanya terdiri dari para politisi tetapi juga para purnawirawan ABRI yang punya simpatisan yang luas di masyarakat. (baca)

Para tokoh yang berasal dari purnawirawan ABRI antara lain:

1). Jenderal AH Nasution.Tokoh ini lah peletak dasar Dwi Fungsi ABRI.Ia telah malang melintang di dunia militer.Pada usia 28 tahun ia telah menjabat sebagai Panglima Komando Jawa ketika terjadinya Perang Kemerdekaan.Jenderal ini juga pendukung Sukarno ketika diterbitkannya Dekrit 5 Juli 1959.

Jenderal kelahiran Hutapungkut Sumatera Utara ini juga tahun 1967 pernah menjabat sebagai Ketua MPRS.


2). Ali Sadikin. Siapa kita yang tidak mengenal tokoh ini yang pernah sukses membangun Jakarta.Ia adalah seorang petinggi Angkatan Laut .Sampai sekarang pun kalau orang menyebut pembangunan Jakarta akan sering menyebut namanya.

3). Jenderal Polisi Hugeng Iman Santoso.Sosok ini dikenal sebagai polisi yang jujur.Banyak cerita yang beredar tentang kejujurannya ini.Hugeng pernah menjabat sebagai Kapolri.

Dibidang musik ia juga  dikenal dengan grup Hawaiannya yang membawakan lagu lagu berirama Hawai terutama melalui Tv RI.

4).Mayjend ( Purn) Dr Aziz Saleh. Bertindak sebagai Ketua Delegasi Petisi 50 ketika menemui pimpinan DPR RI

5). Letjend ( Purn) Ahmad Junus Mokoginta.Jenderal Purnawirawan ini pernah bertugas sebagai Panglima Komando Antar Daerah Sumatera yang berkedudukan di Medan.

Sedangkan tokoh tokoh sipil atau politisi sipil penanda tangan Petisi 50 antara lain:

1).Mohammad Natsir. Tokoh ini merupakan Perdana Menteri Pertama RI sesudah Republik Indonesia Serikat dibubarkan .Ia juga sangat dikenal sebagai inisiator Mosi Integrasi Natsir tanggal 3 April 1950 yang menginginkan Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk serta dibubarkannya Republik Indonesia Serikat.
Natsir juga pernah menjadi ketua umum  Partai Masyumi yang merupakan partai Islam terbesar pada Pemilu 1955.
Natsir juga dianggap sebagai pemimpin politik modernis Islam.

2). Syafruddin Prawiranegara.Namanya cukup terkenal karena pernah menjadi Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia.Ia juga pernah menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.Tokoh ini juga pernah jadi pimpinan Masyumi.

3). Burhanuddin Harahap.Ia pernah menjabat sebagai Perdana Menteri ketika berlaku UUDS 1950. Dimasa pemerintahannya lah diadakan pemilu pertama tahun 1955.Sosok ini juga adalah tokoh Masyumi.

4). Kasman Singodimejo.Juga tokoh Masyumi dan dikenal sebagai orator.

5). AM Fatwa.Sosok ini termasuk yang berani mengkritik Suharto.

6). Manai Sophian.Ia dikenal sebagai tokoh PNI.

7). Chris Siner Key Timu.Tokoh muda Katolik dan aktip di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ( PMKRI).

Sesuai dengan namanya petisi ini ditanda tangani oleh 50 orang tokoh pada 5 Mei 1980.Petisi ini juga disebut sebagai " Ungkapan Keprihatinan " oleh karena Suharto telah menggunakan Pancasila terhadap lawan lawan politiknya.

Para penandatangan petisi menyatakan Suharto menganggap dirinya pengejawantahan Pancasila sehingga semua kritik yang ditujukan kepadanya dianggapnya sebagai kritik terhadap ideologi negara Pancasila.

Salah satu poin penting isi Petisi 50 ialah Suharto memberikan kesan bahwa ia sdalah personifikasi Pancasila sehingga desas desus apapun tentang dirinya akan ditapsirkan sebagai anti Pancasila.

Petisi 50 ini dibacakan di depan anggota DPR RI pada 13 Mei 1980 .Delegasi yang datang di DPR itu dipimpin oleh Dr Aziz Saleh. Harus diakui isi petisi itu tergolong berani terlebih pada masa itu Suharto sedang kuat kuatnya.

Walaupun para penandatangan petisi adalah tokoh tokoh banga tetapi kekuasaan Suharto tetap tidak tergoyahkan. Malahan penguasa Orde Baru itu membalas dengan tindakan antara lain dengan mencabut hak hak perjalanan penanda tangan petisi,melarang surat kabar -surat kabar memuat foto dan berita tentang mereka .Para penanda tangan petisi juga tidak diperbolehkan mendapat pinjaman bank dan juga tidak memperoleh proyek proyek.

Karena tindakan " embargo " yang demikian maka banyak kalangan yang menjauhi para penandatangan petisi itu.Waktu itu beredar juga rumor ,banyak tokoh kenalan baik penandatangan petisi yang tidak berani mengundang mereka kalau sedang ada hajatan.Kata rumor itu kalau mereka diundang maka Suharto dan pejabat pemerintah tidak akan mau datang ke hajatan itu.

Begitu juga halnya tentang Jenderal Polisi ( Purn) Hugeng Iman Santoso tidak diperkenankan lagi bermain musik Hawaian di TV RI. Sekarang sudah banyak diantara para penandatangan petisi yang telah wafat.Selayaknyalah kita mengenang mereka sebagai pribadi pribadi yang berani menentang Suharto.

Daerah

Berita

Media Islam

Ibukota